Kamis, 12 Januari 2012

Ta’aruf Syar’i Solusi Pengganti Pacaran



penulis Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Al-Makassari
Syariah Problema Anda 14 - April - 2007 03:12:47

Pertanyaan:
1. Apabila seorang muslim ingin menikah bagaimana syariat mengatur cara mengenal seorang muslimah sementara pacaran terlarang dlm Islam?
2. Bagaimana hukum berkunjung ke rumah akhwat yg hendak dinikahi dgn tujuan utk saling mengenal karakter dan sifat masing-masing?
3. Bagaimana hukum seorang ikhwan mengungkapkan perasaan kepada akhwat calon istrinya?

Dijawab oleh Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Al-Makassari:

بِسْمِ اللهِ، الْحَمْدُ للهِ وَالصَّلاَةُ وَالسَّلاَمُ عَلَى رَسُوْلِ اللهِ

Benar sekali pernyataan anda bahwa pacaran adl haram dlm Islam. Pacaran adl budaya dan peradaban jahiliah yg dilestarikan oleh orang2 kafir negeri Barat dan lain kemudian diikuti oleh sebagian umat Islam dgn dalih mengikuti perkembangan jaman dan sebagai cara utk mencari dan memilih pasangan hidup. Syariat Islam yg agung ini datang dari Rabb semesta alam Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana dgn tujuan utk membimbing manusia meraih maslahat-maslahat kehidupan dan menjauhkan mereka dari mafsadah-mafsadah yg akan merusak dan menghancurkan kehidupan mereka sendiri.
Ikhtilath pergaulan bebas dan pacaran adl fitnah dan mafsadah bagi umat manusia secara umum dan umat Islam secara khusus mk perkara tersebut tdk bisa ditolerir. Bukankah kehancuran Bani Israil –bangsa yg terlaknat– berawal dari fitnah wanita? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

لُعِنَ الَّذِيْنَ كَفَرُوا مِنْ بَنِي إِسْرَائِيْلَ عَلَى لِسَانِ دَاوُدَ وَعِيْسَى ابْنِ مَرْيَمَ ذَلِكَ بِمَا عَصَوْا وَكَانُوا يَعْتَدُوْنَ. كَانُوا لاَ يَتَنَاهَوْنَ عَنْ مُنْكَرٍ فَعَلُوْهُ لَبِئْسَ مَا كَانُوا يَفْعَلُوْنَ

“Telah terlaknat orang2 kafir dari kalangan Bani Israil melalui lisan Nabi Dawud dan Nabi ‘Isa bin Maryam. Hal itu dikarenakan mereka bermaksiat dan melampaui batas. Adalah mereka tdk saling melarang dari kemungkaran yg mereka lakukan. Sangatlah jelek apa yg mereka lakukan.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِنَّ الدُّنْيَا حُلْوَةٌ خَضِرَةٌ، وَإِنَّ اللهَ مُسْتَخْلِفُكُمْ فِيْهَا فَيَنْظُرُ كَيْفَ تَعْمَلُوْنَ، فَاتَّقُوا الدُّنْيَا وَاتَّقُوا النِّسَاءَ، فَإِنَّ أَوَّلَ فِتْنَةِ بَنِي إِسْرَائِيْلَ كَانَتْ فِي النِّسَاءِ

“Sesungguh dunia itu manis dan hijau dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kalian sebagai khalifah di atas kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memerhatikan amalan kalian. mk berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan wanita krn sesungguh awal fitnah Bani Israil dari kaum wanita.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memperingatkan umat utk berhati-hati dari fitnah wanita dgn sabda beliau:

مَا تَرَكْتُ بَعْدِي فِتْنَةً أَضَرَّ عَلىَ الرِّجَالِ مِنَ النِّسَاءِ

“Tidaklah aku meninggalkan fitnah sepeninggalku yg lbh berbahaya terhadap kaum lelaki dari fitnah wanita.”
Maka pacaran berarti menjerumuskan diri dlm fitnah yg menghancurkan dan menghinakan padahal semesti tiap orang memelihara dan menjauhkan diri darinya. Hal itu krn dlm pacaran terdapat berbagai kemungkaran dan pelanggaran syariat sebagai berikut:
1. Ikhtilath yaitu bercampur baur antara lelaki dan wanita yg bukan mahram. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjauhkan umat dari ikhtilath sekalipun dlm pelaksanaan shalat. Kaum wanita yg hadir pada shalat berjamaah di Masjid Nabawi ditempatkan di bagian belakang masjid. Dan seusai shalat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiam sejenak tdk bergeser dari tempat agar kaum lelaki tetap di tempat dan tdk beranjak meninggalkan masjid utk memberi kesempatan jamaah wanita meninggalkan masjid terlebih dahulu sehingga tdk berpapasan dgn jamaah lelaki. Hal ini ditunjukkan oleh hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha dlm Shahih Al-Bukhari. Begitu pula pada hari Ied kaum wanita disunnahkan utk keluar ke mushalla menghadiri shalat Ied namun mereka ditempatkan di mushalla bagian belakang jauh dari shaf kaum lelaki. Sehingga ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam usai menyampaikan khutbah beliau perlu mendatangi shaf mereka utk memberikan khutbah khusus krn mereka tdk mendengar khutbah tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu dlm Shahih Muslim.
Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

خَيْرُ صُفُوْفِ الرِّجَالِ أَوَّلُهَا وَشَرُّهَا آخِرِهَا، وَخَيْرُ صُفُوْفِ النِّسَاءِ آخِرُهَا وَشَرُّهَا أَوَّلُهَا

“Sebaik-baik shaf lelaki adl shaf terdepan dan sejelek-jelek adl shaf terakhir. Dan sebaik-baik shaf wanita adl shaf terakhir dan sejelek-jelek adl shaf terdepan.”
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Hal itu dikarenakan dekat shaf terdepan wanita dari shaf terakhir lelaki sehingga merupakan shaf terjelek dan jauh shaf terakhir wanita dari shaf terdepan lelaki sehingga merupakan shaf terbaik. Apabila pada ibadah shalat yg disyariatkan secara berjamaah mk bagaimana kira jika di luar ibadah? Kita mengetahui bersama dlm keadaan dan suasana ibadah tentu seseorang lbh jauh dari perkara-perkara yg berhubungan dgn syahwat. mk bagaimana sekira ikhtilath itu terjadi di luar ibadah? Sedangkan setan bergerak dlm tubuh Bani Adam begitu cepat mengikuti peredaran darah . Bukankah sangat ditakutkan terjadi fitnah dan kerusakan besar karenanya?”
Subhanallah. Padahal wanita para shahabat keluar menghadiri shalat dlm keadaan berhijab syar’i dgn menutup seluruh tubuh –karena seluruh tubuh wanita adl aurat– sesuai perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dlm surat Al-Ahzab ayat 59 dan An-Nur ayat 31 tanpa melakukan tabarruj krn Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang mereka melakukan hal itu dlm surat Al-Ahzab ayat 33 juga tanpa memakai wewangian berdasarkan larangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dlm hadits Abu Hurairah yg diriwayatkan Ahmad Abu Dawud dan yg lain :

وَلْيَخْرُجْنَ وَهُنَّ تَفِلاَتٌ

“Hendaklah mereka keluar tanpa memakai wewangian.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang siapa saja dari mereka yg berbau harum krn terkena bakhur utk untuk hadir shalat berjamaah sebagaimana dlm Shahih Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dlm surat Al-Ahzab ayat 53:

وَإِذَا سَأَلْتُمُوْهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوْهُنَّ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ ذَلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوْبِكُمْ وَقُلُوْبِهِنَّ

“Dan jika kalian meminta suatu hajat kepada mereka mk mintalah dari balik hijab. Hal itu lbh bersih bagi kalbu kalian dan kalbu mereka.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan mereka berinteraksi sesuai tuntutan hajat dari balik hijab dan tdk boleh masuk menemui mereka secara langsung. Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata: “Maka tdk dibenarkan seseorang mengatakan bahwa lbh bersih dan lbh suci bagi para shahabat dan istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan bagi generasi-generasi setelah tidaklah demikian. Tidak diragukan lagi bahwa generasi-generasi setelah shahabat justru lbh butuh terhadap hijab dibandingkan para shahabat krn perbedaan yg sangat jauh antara mereka dlm hal kekuatan iman dan ilmu. Juga krn persaksian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap para shahabat baik lelaki maupun wanita termasuk istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri bahwa mereka adl generasi terbaik setelah para nabi dan rasul sebagaimana diriwayatkan dlm Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim. Demikian pula dalil-dalil Al-Qur`an dan As-Sunnah menunjukkan berlaku suatu hukum secara umum meliputi seluruh umat dan tdk boleh mengkhususkan utk pihak tertentu saja tanpa dalil.”
Pada saat yg sama ikhtilath itu sendiri menjadi sebab yg menjerumuskan mereka utk berpacaran sebagaimana fakta yg kita saksikan berupa akibat ikhtilath yg terjadi di sekolah instansi-instansi pemerintah dan swasta atau tempat-tempat yg lainnya. Wa ilallahil musytaka
2. Khalwat yaitu berduaan lelaki dan wanita tanpa mahram. Padahal Rasululllah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِيَّاكُمْ وَالدُّخُوْلَ عَلىَ النِّسَاءِ. فَقَالَ رَجُلٌ مِنَ اْلأَنْصَارِ: أَفَرَأَيْتَ الْحَمْوَ؟ قَالَ: الْحَمْوُ الْمَوْتُ

“Hati-hatilah kalian dari masuk menemui wanita.” Seorang lelaki dari kalangan Anshar berkata: “Bagaimana pendapatmu dgn kerabat suami? ” mk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Mereka adl kebinasaan.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

لاَ يَخْلُوَنَّ أَحَدُكُمْ بِامْرَأَةٍ إِلاَّ مَعَ ذِي مَحْرَمٍ

“Jangan sekali-kali salah seorang kalian berkhalwat dgn wanita kecuali bersama mahram.”
Hal itu krn tidaklah terjadi khalwat kecuali setan bersama kedua sebagai pihak ketiga sebagaimana dlm hadits Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma:

مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ اْلآخِرِ فَلاَ يَخْلُوَنَّ بِامْرَأَةٍ لَيْسَ مَعَهَا ذُوْ مَحْرَمٍ مِنْهَا فَإِنَّ ثَالِثَهُمَا الشَّيْطَانُ

“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir mk jangan sekali-kali dia berkhalwat dgn seorang wanita tanpa disertai mahram krn setan akan menyertai keduanya.”
3. Berbagai bentuk perzinaan anggota tubuh yg disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dlm hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:

كُتِبَ عَلىَ ابْنِ آدَمَ نَصِيْبُهُ مِنَ الزِّنَا مُدْرِكٌ ذَلِكَ لاَ مَحَالَةَ: الْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ، وَاْلأُذُنَانِ زِنَاهُمَا اْلاِسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلاَمُ، وَالْيَدُ زِنَاهُ الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهُ الْخُطَا، وَالْقَلْبُ يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذَلِكَ الْفَرْجُ أَوْ يُكَذِّبُهُ

“Telah ditulis bagi tiap Bani Adam bagian dari zina pasti dia akan melakukan kedua mata zina adl memandang kedua telinga zina adl mendengar lidah zina adl berbicara tangan zina adl memegang kaki zina adl melangkah sementara kalbu berkeinginan dan berangan-angan mk kemaluan lah yg membenarkan atau mendustakan.”
Hadits ini menunjukkan bahwa memandang wanita yg tdk halal utk dipandang meskipun tanpa syahwat adl zina mata . Mendengar ucapan wanita dlm bentuk meni’mati adl zina telinga. Berbicara dgn wanita dlm bentuk meni’mati atau menggoda dan merayu adl zina lisan. Menyentuh wanita yg tdk dihalalkan utk disentuh baik dgn memegang atau yg lain adl zina tangan. Mengayunkan langkah menuju wanita yg menarik hati atau menuju tempat perzinaan adl zina kaki. Sementara kalbu berkeinginan dan mengangan-angankan wanita yg memikat mk itulah zina kalbu. Kemudian boleh jadi kemaluan mengikuti dgn melakukan perzinaan yg berarti kemaluan telah membenarkan; atau dia selamat dari zina kemaluan yg berarti kemaluan telah mendustakan.
Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَلاَ تَقْرَبُوا الزِّنَا إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاءَ سَبِيْلاً

“Dan janganlah kalian mendekati perbuatan zina sesungguh itu adl perbuatan nista dan sejelek-jelek jalan.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:

لأَنْ يُطْعَنَ فِي رَأْسِ أَحَدِكُمْ بِمِخْيَطٍ مِنْ حِدِيْدٍ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَمَسَّ امْرَأَةً لاَ تَحِلُّ لَهُ

“Demi Allah sungguh jika kepala salah seorang dari kalian ditusuk dgn jarum dari besi mk itu lbh baik dari menyentuh wanita yg tdk halal baginya.”
Meskipun sentuhan itu hanya sebatas berjabat tangan mk tetap tdk boleh. Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:

وَلاَ وَاللهِ مَا مَسَّتْ يَدُ رَسُوْلِ اللهِ يَدَ امْرَأَةٍ قَطُّ غَيْرَ أَنَّهُ يُبَايِعُهُنَّ بِالْكَلاَمِ

“Tidak. Demi Allah tdk pernah sama sekali tangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyentuh tangan wanita melainkan beliau membai’at mereka dgn ucapan .”
Demikian pula dgn pandangan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman dlm surat An-Nur ayat 31-30:

قُلْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوْجَهُمْ – إِلَى قَوْلِهِ تَعَلَى – وَقُلْ لِلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوْجَهُنَّ ..

“Katakan kepada kaum mukminin hendaklah mereka menjaga pandangan serta kemaluan mereka –hingga firman-Nya- Dan katakan pula kepada kaum mukminat hendaklah mereka menjaga pandangan serta kemaluan mereka .”
Dalam Shahih Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma dia berkata:

سَأَلْتُ رَسُوْلَ اللهِ صَلىَّ اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ نَظْرِ الْفَجْأَةِ؟ فَقَالَ: اصْرِفْ بَصَرَكَ

“Aku berta kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yg tiba-tiba ? mk beliau bersabda: ‘Palingkan pandanganmu’.”
Adapun suara dan ucapan wanita pada asal bukanlah aurat yg terlarang. Namun tdk boleh bagi seorang wanita bersuara dan berbicara lbh dari tuntutan hajat dan tdk boleh melembutkan suara. Demikian juga dgn isi pembicaraan tdk boleh berupa perkara-perkara yg membangkitkan syahwat dan mengundang fitnah. Karena bila demikian mk suara dan ucapan menjadi aurat dan fitnah yg terlarang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

فَلاَ تَخْضَعْنَ بِالْقَوْلِ فَيَطْمَعَ الَّذِي فِي قَلْبِهِ مَرَضٌ وَقُلْنَ قَوْلاً مَعْرُوْفًا

“Maka janganlah kalian berbicara dgn suara yg lembut sehingga lelaki yg memiliki penyakit dlm kalbu menjadi tergoda dan ucapkanlah perkataan yg ma’ruf .”
Adalah para wanita datang menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan di sekitar beliau hadir para shahabat lalu wanita itu berbicara kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan kepentingan dan para shahabat ikut mendengarkan. Tapi mereka tdk berbicara lbh dari tuntutan hajat dan tanpa melembutkan suara.
Dengan demikian jelaslah bahwa pacaran bukanlah alternatif yg ditolerir dlm Islam utk mencari dan memilih pasangan hidup. Menjadi jelas pula bahwa tdk boleh mengungkapkan perasaan sayang atau cinta kepada calon istri selama belum resmi menjadi istri. Baik ungkapan itu secara langsung atau lewat telepon ataupun melalui surat. Karena saling mengungkapkan perasaan cinta dan sayang adl hubungan asmara yg mengandung makna pacaran yg akan menyeret ke dlm fitnah. Demikian pula hal berkunjung ke rumah calon istri atau wanita yg ingin dilamar dan bergaul dengan dlm rangka saling mengenal karakter dan sifat masing-masing krn perbuatan seperti ini juga mengandung makna pacaran yg akan menyeret ke dlm fitnah. Wallahul musta’an .
Adapun cara yg ditunjukkan oleh syariat utk mengenal wanita yg hendak dilamar adl dgn mencari keterangan tentang yg bersangkutan melalui seseorang yg mengenal baik tentang biografi karakter sifat atau hal lain yg dibutuhkan utk diketahui demi maslahat pernikahan. Bisa pula dgn cara meminta keterangan kepada wanita itu sendiri melalui perantaraan seseorang seperti istri teman atau yg lainnya. Dan pihak yg dimintai keterangan berkewajiban utk menjawab seobyektif mungkin meskipun harus membuka aib wanita tersebut krn ini bukan termasuk dlm kategori ghibah yg tercela. Hal ini termasuk dari enam perkara yg dikecualikan dari ghibah meskipun menyebutkan aib seseorang. Demikian pula sebalik dgn pihak wanita yg berkepentingan utk mengenal lelaki yg berhasrat utk meminang dapat menempuh cara yg sama.
Dalil yg menunjukkan hal ini adl hadits Fathimah bintu Qais ketika dilamar oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Abu Jahm lalu dia minta nasehat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mk beliau bersabda:

أَمَّا أَبُو جَهْمٍ فَلاَ يَضَعُ عَصَاهُ عَنْ عَاتِقِهِ، وَأَمَّا مُعَاوِيَةُ فَصُعْلُوْكٌ لاَ مَالَ لَهُ، انْكِحِي أُسَامَةَ بْنَ زَيْدٍ

“Adapun Abu Jahm mk dia adl lelaki yg tdk pernah meletakkan tongkat dari pundak . Adapun Mu’awiyah dia adl lelaki miskin yg tdk memiliki harta. Menikahlah dgn Usamah bin Zaid.”
Para ulama juga menyatakan boleh berbicara secara langsung dgn calon istri yg dilamar sesuai dgn tuntunan hajat dan maslahat. Akan tetapi tentu tanpa khalwat dan dari balik hijab. Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dlm Asy-Syarhul Mumti’ berkata: “Boleh berbicara dgn calon istri yg dilamar wajib dibatasi dgn syarat tdk membangkitkan syahwat atau tanpa disertai dgn meni’mati percakapan tersebut. Jika hal itu terjadi mk hukum haram krn tiap orang wajib menghindar dan menjauh dari fitnah.”
Perkara ini diistilahkan dgn ta’aruf. Adapun terkait dgn hal-hal yg lbh spesifik yaitu organ tubuh mk cara yg diajarkan adl dgn melakukan nazhor yaitu melihat wanita yg hendak dilamar. Nazhor memiliki aturan-aturan dan persyaratan-persyaratan yg membutuhkan pembahasan khusus .
Wallahu a’lam.

Sumber: www.asysyariah.com

2 komentar:

  1. Assalamu'alaikum Ustad
    sukron atas informasinya amat
    sangat bermanfaat sekali,

    ana izin share utk kasih informaasi ke-teman2 yg lain

    BalasHapus
  2. wa alaikum salam ,...wr wb...
    saya sangat senang membaca koment anda,silakan share ke saudara kita yg lain nya,dan saran dan jg kritik atau juga lebih baik lagi jika anda menemukan blog serupa yg membahas masalah agama dan saya sekarang lagi kupulkan artikel tentang polygami,semoga anda mau berbagi dg saya,....

    BalasHapus

Tausiyah

Penyakit yang Menimpa Perempuan Tidak Berjilbab

Para wanita sudah diperintahkan untuk menutupi dirinya. Kewajiban dan perintah dari Allah yang kita ketahui bersama bahwa setiap perintah Allah sebenarnya kembali untuk kepentingan manusia.
Mendapatkan kebahagiaan dengan menaati perintah Allah, tidak hanya kebahagiaan di akhirat tapi juga dampak yang terasa di dunia.
Islam mengajarkan cara berpakaian yang sesuai dengan fitrah manusia, maka itulah pakaian yang terbaik.

Rasulullah bersabda, “Para wanita yang berpakaian tetapi (pada hakikatnya) telanjang, lenggak-lengkok, kepala mereka seperti punuk unta, mereka tidak akan masuk surga dan tiada mencium semerbak harumnya (HR. Abu Daud)

Rasulullah bersabda, “Tidak diterima sholat wanita dewasa kecuali yang memakai khimar (jilbab) (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, bn Majah)

Penelitian ilmiah kontemporer telah menemukan bahwasannya perempuan yang tidak berjilbab atau berpakaian tetapi ketat, atau transparan maka ia akan mengalami berbagai penyakit kanker ganas di sekujur anggota tubuhnya yang terbuka, apa lagi gadis ataupun putri-putri yang mengenakan pakaian ketat-ketat.

Majalah kedokteran Inggris melansir hasil penelitian ilmiah ini dengan mengutip beberapa fakta, diantaranya bahwasanya kanker ganas milanoma pada usia dini, dan semakin bertambah dan menyebar sampai di kaki. Dan sebab utama penyakit kanker ganas ini adalah pakaian ketat yang dikenakan oleh putri-putri di terik matahari, dalam waktu yang panjang setelah bertahun-tahun. dan kaos kaki nilon yang mereka kenakan tidak sedikitpun bermanfaat didalam menjaga kaki mereka dari kanker ganas. Dan sungguh Majalah kedokteran Inggris tersebut telah pun telah melakukan polling tentang penyakit milanoma ini, dan seolah keadaan mereka mirip dengan keadaan orang-orang pendurhaka (orang-orang kafir Arab) yang di da’wahi oleh Rasulullah.

Tentang hal ini Allah berfirman:

Dan ingatlah ketika mereka katakan: Ya Allah andai hal ini (Al-Qur’an) adalah benar dari sisimu maka hujanilah kami dengan batu dari langit atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih ( Q.S. Al-Anfaal:32)

Dan sungguh telah datang azab yang pedih ataupun yang lebih ringan dari hal itu, yaitu kanker ganas, dimana kanker itu adalah seganas-ganasnya kanker dari berbagai kanker. Dan penyakit ini merupakan akibat dari sengatan matahari yang mengandung ultraviolet dalam waktu yang panjang disekujur pakaian yang ketat, pakaian pantai (yang biasa dipakai orang-orang kafir ketika di pantai dan berjemur di sana) yang mereka kenakan. Dan penyakit ini terkadang mengenai seluruh tubuh dan dengan kadar yang berbeda-beda.

Yang muncul pertama kali adalah seperti bulatan berwarna hitam agak lebar. Dan terkadang berupa bulatan kecil saja, kebanyakan di daerah kaki atau betis, dan terkadang di daerah sekitar mata; kemudian menyebar ke seluruh bagian tubuh disertai pertumbuhan di daerah-daerah yang biasa terlihat, pertautan limpa (daerah di atas paha), dan menyerang darah, dan menetap di hati serta merusaknya.
Terkadang juga menetap di sekujur tubuh, diantaranya: tulang, dan bagian dalam dada dan perut karena adanya dua ginjal, sampai menyebabkan air kencing berwarna hitam karena rusaknya ginjal akibat serangan penyakit kanker ganas ini. Dan terkadang juga menyerang janin di dalam rahim ibu yang sedang mengandung.

Orang yang menderita kanker ganas ini tidak akan hidup lama, sebagaimana obat luka sebagai kesempatan untuk sembuh untuk semua jenis kanker (selain kanker ganas ini), dimana obat-obatan ini belum bisa mengobati kanker ganas ini.

Dari sini, kita mengetahui hikmah yang agung anatomi tubuh manusia di dalam perspektif Islam tentang perempuan-perempuan yang melanggar batas-batas syari’at. yaitu bahwa model pakaian perempuan yang benar adalah yang menutupi seluruh tubuhnya, tidak ketat, tidak transparan, kecuali wajah dan telapak tangan. Dan sungguh semakin jelaslah bahwa pakaian yang sederhana dan sopan adalah upaya preventif yang paling bagus agar tidak terkena “adzab dunia” seperti penyakit tersebut di atas, apalagi adzab akhirat yang jauh lebih dahsyat dan pedih. Kemudian, apakah setelah adanya kesaksian dari ilmu pengetahuan kontemporer ini -padahal sudah ada penegasan hukum syari’at yang bijak sejak 14 abad silam- kita akan tetap tidak berpakaian yang baik (jilbab), bahkan malah tetap bertabarruj???

( Sumber: Al-I’jaaz Al-Ilmiy fii Al-Islam wa Al-Sunnah Al-Nabawiyah, Oleh :Muhammad Kamil Abd Al-Shomad )