Artinya: “Dari Abu Hurairah r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw menganjurkan (shalat) qiyami Ramadhan kepada mereka (para shahabat), tanpa perintah wajib. Beliau bersabda: Barangsiapa mengerjakan (shalat) qiyami Ramadhan karena iman dan mengharap pahala, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim].
Mengakhirkan makan di waktu sahur. Dasarnya adalah hadits Nabi saw:
عَنْ سَهْلِ بْنِ سَعْدٍ رَضِيَ الله عَنْهُ قَالَ كُنْتُ أَتَسَحَّرُ فِيْ أَهْلِيْ ثُمَّ تَكُوْنُ سُرْعَتِيْ أَنْ أُدْرِكَ السُّجُوْدَ مَعَ رَسُوْلِ الله صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ [رواه البخاري ، كتاب الصيام ، باب تأخير السحور] .
Artiunya: Dari Sahl Ibnu Sa‘ad r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Saya makan sahur di keluarga saya, kemudian saya berangkat terburu-buru sehingga saya mendapatkan sujud (pada shalat subuh) bersama Rasulullah saw [HR al-Bukh±r³, dalam Kitab ash-Shiy±m B±b Ta’kh³r as-Sa¥r].
Artinya: “Dari Abu Dzarr (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw bersabda: Umatku senantiasa dalam keadaan baik selama mereka menyegerakan berbuka dan menta’khirkan sahur” [HR Ahmad]. Menyegerakan berbuka sebelum shalat Maghrib (ta‘jil). Dasarnya adalah hadits Nabi Muhammad saw:
Artinya: “Dari Sahl bin Sa‘ad (diriwayatkan bahwa) Rasulullah saw bersabda: Orang akan selalu baik (sehat) apabila menyegerakan berbuka.” [Muttafaq ‘Alaih].
Berdoa ketika berbuka puasa, dengan doa yang dituntunkan yang menunjukkan kepada rasa syukur kepada Allah SWT. Misalnya do’a Ddzahazh zhama’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatil ajru insy± Allah, atau All±humma laka shumtu wa ‘al± rizqika afthartu. Hal ini diterangkan dalam hadis-hadis berikut:
Artinya: “Dari Ibnu Umar r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Apabila Rasulullah saw berbuka, beliau berdoa: Ddahabazh zhama’u wabtallatil ‘uruqu wa tsabatil ajru insy± Allah [Hilanglah rasa haus dan basahlah urat-urat (badan) dan insya Allah mendapatkan pahala]” [HR. Abu Dawud].
عَنْ أَبِيْ هُرَيْرَةَ قَالَ كَانَ النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم إِذَا صَامَ أَفْطَرَ قَالَ اَللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ [رواه ابن أبي شيبة ، وأبو داود والبيهقي في شعب الإيمان] .
Artinya: “Dari abu Hurairah (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Adalah nabi saw apabila berpuasa, beliau berbuka. Beliau mengucapkan All±humma laka shumtu wa ‘al± rizkika afthartu [Ya Allah untukmulah aku berpuasa dan karena rezkimulah aku berbuka] [HR Ibnu Ab³ Syaibah, juga diriwayatkan oleh Abu D±wd dan al-Baihaq³ dalam Syu‘abul-´m±n].
Memperbanyak shadaqah dan mempelajari/membaca Al-Qur’an.
Artinya: “Dari Ibnu Abbas r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw adalah orang yang paling dermawan, apalagi pada bulan Ramadhan, ketika ditemui oleh Malaikat Jibril pada setiap malam pada bulan Ramadhan, dan mengajaknya membaca dan mempelajari Al-Qur’an. Ketika ditemui Jibril, Rasulullah adalah lebih dermawan daripada angin yang ditiupkan.” [Muttafaq ‘Alaih].
Mendekatkan diri kepada Allah dengan cara i‘tikaf di masjid, terutama pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, sebagaimana dilakukan oleh Rasulullah saw.
Artinya: “Dari Ibnu Umar r.a. (diriwayatkan bahwa) ia berkata: Rasulullah saw selalu beri‘tikaf pada sepuluh hari yang penghabisan di bulan Ramadhan.” [Muttafaq ‘Alaih].
Pesona keindahan Masjid Sultan Omar Ali Saifuddin Brunei Darussalam sering didengar orang. Masjid yang berdiri di atas tanah seluas 5 Ha itu memiliki keindahan arsitektur paling menonjol, di tengah-tengah gedung lain di sekitarnya. Kemilaunya mendominasi gedung-gedung pencakar langit di ibukota Brunei Darussalam Masjid itu juga disebut-sebut sebagai salah satu masjid termegah di kawasan Asia Pasifik dan bahkan katanya, bangunannya merupakan bangunan terindah di dunia.
Ya, kemegahan masjid berarsitektur Itali itu sangat fantastik. Terlebih masjid berkubah emas 24 karat, berada persis di atas permukaan air danau buatan, bersebelahan dengan Sungai Brunei di Kampung Ayer, atau biasa dikenal dengan sebutan "Kampung Air", Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam. Sebuah jembatan dengan konstruksi yang kokoh terbentang siap mengantar para jamaah yang hendak mengunjungi masjid itu. Di samping itu, sejumlah perahu juga dipersiapkan bagi mereka yang hendak menuju masjid dengan menggunakan alat transportasi air di sekitar area bangunan masjid.
Tingginya menara masjid itu yang mencapai hingga ketinggian 52 meter, semakin menarik perhatian wisatawan, baik domestik maupun mancanegara, untuk datang berkunjung. Bahkan pengunjung dapat menyaksikan pemandangan seluruh sudut kota Bandar Seri Begawan, melalui puncak ketinggian menara masjid itu.
Meski banyak dikunjungi oleh para wisatawan, kesakrakalan masjid ini sedemikian rupa tetap dijaga. Seperti halnya bila ada perempuan yang berpakaian agak terbuka, baik itu muslim maupun non-muslim, yang mau masuk ke dalam masjid itu, mereka diwajibkan untuk menutupi aurat mereka dengan mengenakan pakaian jubah berwarna hitam.
Masjid yang dibangun pada tahun 1958 dengan menghabiskan dana sebesar $ 5 juta itu adalah simbol kejayaan dan kemodernan Islam warga Brunei. Pemilihan nama masjid diambil dari nama sultan Brunei Darussalam yang ke-28, yakni Sultan Omar Ali Saifuddin III, yang dinobatkan sebagai sultan pada tahun 1950.
Tahun 1955, saat sang Sultan merancang kemajuan pembangunan negara pada lima tahun pertama kepemimpinannya, salah satunya ia menggagas pendirian masjid Sultan Omar Ali Saifuddin. Tepat pada tahun 1958 masjid tersebut selesai dibangun dan mulai digunakan untuk umum. Selain sebagai sarana tempat beribadah, masjid tersebut difungsikan untuk acara-acara resmi kenegaraan. Belakangan masjid megah ini juga difungsikan sebagai salah satu obyek wisata yang menarik untuk dikunjungi
"Ketika seseorang berjalan di jalan, ia menemukan ranting kayu yg penuh duri, lalu ia menyingkirkannya, maka Allah berterimakasih padanya, maka Allah mengampuni dosa dosanya, lalu Rasul saw meneruskan sabda nya : Syuhada adalah lima : orang yang wafat terkena sakit Tha;un, dan orang yang wafat terkena sakit diperutnya, dan orang yang wafat tenggelam, dan orang yang wafat terkena reruntuhan/longsor, dan orang yg wafat dalam peperangan di Jalan Allah” (Shahih Bukhari)
Jilbab Menurut Islam, Kristen dan Yahudi. Oleh: Prof. Sherif Abdel Azeem Hudzaifah.org Marilah kita buka satu persoalan yang di negara-negara Barat dianggap sebagai simbol dari penindasan dan perbudakan wanita, yaitu jilbab atau tudung kepala. Apakah betul tidak terdapat pembahasan mengenai jilbab di dalam tradisi Jahudi-Kristen ? Mari kita lihat bukti catatan yang ada. Menurut Rabbi Dr. Menachem M. Brayer, Professor Literatur Injil pada Universitas Yeshiva dalam bukunya, The Jewish woman in Rabbinic Literature, menulis bahwa baju bagi wanita Yahudi saat bepergian keluar rumah yaitu mengenakan penutup kepala yang terkadang bahkan harus menutup hampir seluruh muka dan hanya meninggalkan sebelah mata saja. Beliau disana mengutip pernyataan beberapa Rabbi (pendeta Yahudi) kuno yang terkenal: "Bukanlah layaknya anak-anak perempuan Israel yang berjalan keluar tanpa penutup kepala" dan "Terkutuklah laki-laki yang membiarkan rambut isterinya terlihat," dan "Wanita yang membiarkan rambutnya terbuka untuk berdandan membawa kemelaratan."
Hukum Rabbi melarang pemberian berkat dan doa kepada wanita menikah yang tidak menutup kepalanya karena rambut yang tidak tertutup dianggap "telanjang". Dr. Brayer juga mengatakan bahwa "Selama masa Tannaitic, wanita Yahudi yang tidak menggunakan penutup kepala dianggap penghinaan terhadap kesopanannya. Jika kepalanya tidak tertutup dia bisa dikenai denda sebanyak empat ratus zuzim untuk pelanggaran tersebut."
Dr. Brayer juga menerangkan bahwa jilbab bagi wanita Yahudi bukanlah selalu sebagai simbol dari kesopanan. Kadang-kadang, jilbab justru menyimbolkan kondisi yang membedakan status dan kemewahan yang dimiliki wanita yang mengenakannya ketimbang ukuran kesopanan. Jilbab atau tudung kepala menandakan martabat dan keagungan seorang wanita bangsawan Yahudi. Jilbab juga diartikan sebagai penjagaan terhadap hak milik suami.
Jilbab menunjukkan suatu penghormatan dan status sosial dari seorang wanita. Seorang wanita dari golongan bawah mencoba menggunakan jilbab untuk memberikan kesan status yang lebih tinggi. Jilbab merupakan tanda kehormatan. Oleh karena itu di masyarakat Yahudi kuno, pelacur-pelacur tidak diperbolehkan menutup kepalanya. Tetapi pelacur-pelacur sering memakai penutup kepala agar mereka lebih dihormati (S.W.Schneider, 1984, hal 237). Wanita-wanita Yahudi di Eropa melanjutkan menggunakan jilbab sampai abad ke sembilan belas hingga mereka bercampur baur dengan budaya sekuler. Tekanan eksternal dari kehidupan di Eropa pada abad sembilan belas memaksa banyak dari mereka pergi keluar tanpa penutup kepala.
Beberapa wanita Yahudi kemudian lebih cenderung menggantikan penutup tradisional mereka dengan rambut palsu sebagai bentuk lain dari penutup kepala. Dewasa ini, wanita-wanita Yahudi yang saleh tidak pernah memakai penutup kepala kecuali bila mereka mengunjungi sinagog (gereja Yahudi) (S.W.Schneider, 1984, hal. 238-239). Sementara beberapa dari mereka. seperti sekte Hasidic, masih menggunakan rambut palsu (Alexandra Wright, 19??, hal 128-129).
Bagaimanakah jilbab menurut tradisi Kristen? Kita sendiri menyaksikan sampai hari ini bahwa para Biarawati Katolik menutup kepalanya yang suruhannya sebetulnya telah ada semenjak empat ratus tahun yang lalu. Tetapi bukan hanya itu, St. Paul (atau Paulus) dalam Perjanjian Baru, I Korintus 11:3-10, membuat pernyataan-pernyataan yang menarik tentang jilbab sebagai berikut: "Tetapi aku mau, supaya kamu mengetahui hal ini, yaitu Kepala dari tiap laki-laki adalah Kristus, kepala dari perempuan adalah laki-laki dan kepala Kristus adalah Allah. Tiap laki-laki yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang bertudung, menghina kepalanya. Tetapi tiap-tiap perempuan yang berdoa atau bernubuat dengan kepala yang tidak bertudung, menghina kepalanya, sebab ia sama dengan perempuan yang dicukur rambutnya. Sebab jika perempuan tidak mau menudungi kepalanya, maka haruslah ia juga mengguting rambutnya. Tetapi jika bagi perempuan adalah penghinaan, bahwa rambutnya digunting atau dicukur, maka haruslah ia menudungi kepalanya. Sebab laki-laki tidak perlu menudungi kepalanya: ia menyinarkan kemuliaan Allah. Tetapi perempuan menyinarkan kemuliaan laki-laki. Sebab laki-laki tidak berasal dari perempuan, tetapi perempuan berasal dari laki-laki. Dan laki-laki tidak diciptakan karena perempuan, tetapi perempuan dicipt akan karena laki-laki. Sebab itu, perempuan harus memakai tanda wibawa di kepalanya oleh karena malaikat". (I Korintus 11:3-10).
St. Paul memberikan penalaran tentang wanita yang berjilbab atau berkerudung adalah bahwa jilbab memberikan tanda kekuasaan pada laki-laki, yang merupakan gambaran kebesaran Tuhan, atas wanita yang diciptakan dari dan untuk laki-laki. St. Tertulian di dalam risalahnya "On The Veiling Of Virgins" menulis: "Wanita muda hendaklah engkau mengenakan kerudung saat berada di jalan, demikian pula hendaknya engkau mengenakan di dalam gereja, mengenakannya saat berada di antara orang asing dan mengenakannya juga saat berada di antara saudara laki-lakimu."
Di antara hukum-hukum Canon pada Gereja Katolik dewasa ini, ada hukum yang memerintahkan wanita menutup kepalanya di dalam gereja (Clara M Henning, 1974, hal 272). Beberapa golongan Kristen, seperti Amish dan Mennoties contohnya, mereka hingga hari ini tetap mengenakan tutup kepala. Alasan mereka mengenakan tutup kepala, seperti yang dikemukakan pemimpin gerejanya adalah: "Penutup kepala adalah simbol dari kepatuhan wanita kepada laki-laki dan Tuhan," logika yang sama seperti yang ditulis oleh St. Paul dalam Perjanjian Baru (D. Kraybill, 1960, hal 56).
Dari semua bukti-bukti di atas, nyata bahwa Islam bukanlah agama yang mengada-adakan dan mewajibkan penutup kepala, tetapi Islam telah mendukung hukum tersebut. Al Qur'an memerintahkan kepada laki-laki dan perempuan yang beriman untuk menahan pandangannya dan menjaga kemaluannya. Juga memerintahkan wanita beriman agar memanjangkan penutup kepalanya sampai menutupi leher dan dadanya.
"Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat..... Katakanlah kepada wanita yang beriman : "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak darinya. Dan hendaklah mereka menutup kain kerudung ke dadanya..." (An Nuur:30,31)
Di dalam Al Qur'an jelas tertulis bahwa kerudung sangat penting untuk menutup aurat. Mengapa aurat itu penting ? Hal itu dijelaskan dalam Al Qur'an surat Al Ahzab 59: "Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mu'min: Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka." Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak diganggu." (Al Ahzab:59)
Pada intinya, kesederhanaan digambarkan untuk melindungi wanita dari gangguan atau mudahnya, kesederhanaan adalah perlindungan.
Jadi, tujuan utama dari jilbab atau kerudung di dalam Islam adalah perlindungan. Kerudung di dalam Islam tidak sama seperti di dalam tradisi Kristen dimana merupakan tanda bahwa martabat laki-laki berada di atas wanita dan merupakan simbolisasi tunduknya wanita terhadap laki-laki. Kerudung di dalam Islam juga bukan seperti di dalam tradisi Yahudi dimana kerudung merupakan tanda keagungan dan tanda pembeda sebagai wanita bangsawan yang menikah. Kerudung di dalam Islam hanya sebagai tanda kesederhanaan dengan tujuan melindungi wanita, tepatnya semua wanita. Pada falsafah Islam dikenali prinsip bahwa selalu lebih baik menjaga daripada menyesal kemudian. Al Qur'an sangat memperhatikan wanita dengan menjaga tubuh mereka dan kehormatan mereka atas pernyataan laki-laki yang berani menuduh ketidaksucian seorang wanita, mereka akan mendapat balasan;
"Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, maka deralah (mereka yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. Dan mereka itulah orang-orang yang fasik." (QS. An Nuur 4)
Bandingkan sikap Al Qur'an yang sangat tegas, dengan hukuman yang sangat longgar bagi pemerkosa di dalam Injil:
"If a man find a damsel that is a virgin, which is not betrothed, and there was none to save her. Then the man that lay with her shall give unto the damsel's father fifty shekels of silver, and she shall be his wife; because he hath humbled her, he may not put her away all his days" (Deut. 22:28-29).
Terjemahannya: "Jika seorang laki-laki menemui seorang gadis yang tidak dijanjikan untuk dinikahkan kemudian memperkosanya, dia harus membayar sebesar lima puluh shekels perak kepada ayah gadis itu. Laki-laki itu harus menikahi gadis tersebut karena perbuatannya dan dia tidak boleh menceraikannya selama hidupnya" (Ulangan. 22:28-29).
Patut ditanyakan, siapa yang sebenarnya dihukum dalam hal ini? Orang yang membayar denda karena telah memperkosa ataukah gadis yang dipaksa untuk menikah dengan laki-laki yang memperkosanya dan harus tinggal bersamanya sampai dia mati ? Pertanyaan lainnya: Mana yang lebih melindung seorang wanita sikap tegas Al Qur'an atau sikap kendor moral (lax) daripada Injil ?
Beberapa kalangan, terutama di belahan negara-negara Barat, mungkin cenderung untuk menertawakan bahwa kesederhanaan (modesty) berguna untuk perlindungan. Alasan mereka adalah perlindungan yang terbaik yaitu memperluaskan pendidikan, berperilaku yang sopan, dan pengendalian diri. Kami akan mengatakan: semua itu baik tapi tidak cukup.
Jika tindakan yang ada dipandang perlindungan yang sudah cukup, lalu mengapa wanita-wanita di Amerika Utara saat ini tidak berani berjalan sendirian di kegelapan atau bahkan cemas melewati tempat parkir yang sepi ?. Jika pendidikan adalah suatu penyelesaian lalu mengapa Universitas Queen yang terkenal pelayanan pendidikannya terpaksa harus mengantar pulang para mahasiswi di dalam kampus ?. Jika pengendalian diri adalah jawabannya, lalu mengapa kasus pelecehan sex di tempat kerja diberitakan di media masa nyaris setiap hari ?. Contohnya, yang tertuduh melakukan pelecehan sex dalam beberapa tahun terakhir: para perwira Angkatan Laut, Manager-manager, Professor-professor, Senators, Pengadilan Tinggi (Supreme Court Justices), dan bahkan Presiden Amerika Serikat Bill Clinton sendiri !
Saya tercengang saat saya membaca statistik yang ditulis dalam sebuah pamflet yang dikeluarkan oleh Dean of women's office di Universitas Queen berikut :
* Di Canada, setiap 6 menit ada seorang wanita yang mengalami pelanggaran sexual.
* 1 dari 3 wanita di Canada akan mengalami pelanggaran sexual pada suatu saat dalam kehidupannya.
* 1 dari 4 wanita berada dalam resiko diperkosa atau usaha pemerkosaan dalam kehidupannya.
* 1 dari 8 wanita akan mengalami pelanggaran sexual saat menjadi mahasiswi unitersitas.
* Sebuah penelitian menemukan bahwa 60% dari mahasiswa laki-laki mengatakan mereka akan berbuat pelanggaran seksual jika mereka yakin mereka tidak ditangkap.
Ada sesuatu yang secara fundamental amat sangat keliru di masyarakat kita ini [negara Barat, penerjemah] Suatu perubahan yang radikal sangat perlu dilakukan di dalam gaya hidup dan budaya kita ini. Budaya hidup sederhana (modesty) teramat sangat dibutuhkan.Sederhana dalam berpakaian, dalam bertutur kata, dan dalam sopan santun berhubungan antara pria dan wanita. Kalau perubahan tidak dilakukan, maka angka-angka statistik yang kelabu di atas akan makin suram dari hari ke hari hingga benar-benar semuanya terjerembab dalam kegelapan. Dan sialnya, penanggung beban masyarakat yang paling berat adalah para wanita.
Sesungguhnya kita semua menderita sebagaimana Khalil Gibran (sastrawan nasrani dari Libanon, penerjemah) pernah mengatakan: "...for the person who receives the blows is not like the one who counts them." (Khalil Gibran, 1960, hal 56). Oleh sebab itu, sebuah masyarakat seperti Perancis yang pernah mengusir seorang gadis dari sekolahnya lantaran si gadis menampilkan kesederhaan dengan mengenakan tudung, sesungguhnya hanyalah tindakan yang mencelakakan masyarakat itu sendiri.
Adalah sebuah ironi maha besar di dalam dunia yang kita tinggali saat ini. Secarik tudung penutup kepala mereka katakan sebagai simbol 'kesucian' saat dikenakan oleh seorang biarawati Katolik, padahal dalam ajaran Kristiani hal itu untuk menunjukkan kekuasaan pria. Namun apabila secarik tudung kepala tersebut dikenakan oleh seorang muslimah untuk keperluan melindungi diri, justru dituduh sebagai simbol penindasan pria atas wanita! []
Catatan Redaksi: Artikel berikut adalah salah satu bab dari buku kecil karangan Dr. Sherif Abdel Azeem, seorang professor di Queen University, Ontario, Canada. Judul bukunya (terbitan 1996) adalah Women in Islam versus Women in the Judaeo-Christian Tradition; The Myth and The Reality. Hak Cipta ada pada pengarang dimana beliau mengijinkan untuk penyalinan dan terjemahan sepanjang tidak mengurangi isinya.
Terjemahan ke bahasa Indonesia dilakukan oleh Ria Amirul. Saat diterjemahkan, naskah asli bisa di-download dari situs http://www.stanford.edu/group/issu.
Sumber: WARITA, EDISI MILLENIUM - TAHUN KE XI, NO 2, FEBRUARI 2000
Surga adalah cahaya yang berkilau, aroma wangi yang membuai, istana yang berdiri kokoh, dan kebun-kebun rindang lagi meneduhkan, yang buahnya mudah dipetik. Jika saudari-saudariku bertanya seberapa besar keutamaan yang kalian miliki di surga, maka jawabnya adalah lebih utama dari bidadari. Sebab, bidadari tidak pernah bersusah payah. Mereka juga tidak mendapatkan tugas di dunia, seperti kewajiban untuk taat, beribadah, muamalah, melaksanakan perintah, atau meninggalkan larangan. Sementara itu, kalian diwajibkan untuk taat kepada Allah, suami, dan membina keluarga serta mendidik anak.
Surga adalah cahaya yang berkilau, aroma wangi yang membuai, istana yang berdiri kokoh, dan kebun-kebun rindang lagi meneduhkan, yang buahnya mudah dipetik. Jika saudari-saudariku bertanya seberapa besar keutamaan yang kalian miliki di surga, maka jawabnya adalah lebih utama dari bidadari. Sebab, bidadari tidak pernah bersusah payah. Mereka juga tidak mendapatkan tugas di dunia, seperti kewajiban untuk taat, beribadah, muamalah, melaksanakan perintah, atau meninggalkan larangan. Sementara itu, kalian diwajibkan untuk taat kepada Allah, suami, dan membina keluarga serta mendidik anak.
"Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya, akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami berikan balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (an-Nahl [16]: 97)
SINOPSIS
Sungguh, tidak ada kerinduan yang lebih indah dari kerinduan seorang hamba beriman dari pertemuan dengan Tuhan-nya. Setiap ibadah dan amal perbuatannya didasarkan atas kerinduan itu. Dan, wanita paling berbahagia adalah wanita yang dirindukan surga, kebahagiaan kekal menanti mereka di akhirat, dan ketenangan hidup menemani mereka di dunia. Merekalah wanita yang dirindukan surga.
Berbahagialah wanita beriman, karena di surga nanti, mereka lebih utama dan lebih cantik dari bidadari. Wanitalah yang memerintah dan melarang, sedangkan para bidadari hanya menjadi dayang pelayan. Tidaklah sama mereka yang lelah dan bersusah payah dengan mereka yang khusus diciptakan untuk hidup di surga dengan bergelimang kebahagiaan, tanpa merasakan lelah, tanpa mendapat kewajiban ibadah, tanpa dibebani tugas, tanpa terkena musibah atau mendapat ujian.
Wanita adalah penghuni surga paling banyak, dengan satu syarat, kita kumpulkan semua wanita beriman di dunia bersama bidadari surga. Atau, jika yang kita maksud adalah para bidadari saja, maka jumlah wanita adalah paling banyak di Surga. Akan tetapi, jika yang tinggal di surga hanya wanita beriman saja, maka jumlah mereka tidak banyak bila dibandingkan dengan pria.
Dr. Musthafa Murad, beliau adalah salah seorang staf pengajar di Universitas al-Azhar Kairo, menulis dalam buku ini tentang wanita yang dirindukan surga. Mereka adalah para wanita istri nabi-nabi Allah yang mulia. Sehingga engkau Saudariku, akan mengetahui karakter pribadi dan akhlak yang menjadikan mereka sebagai wanita-wanita yang dirindukan oleh surga.
terdahulu Allah menyuruh kita memberikan kepada anak-anak
yatim harta-harta mereka dan memberikan kepada orang-orang
perempuan akan mahar mereka. Dalam firman-Nya:
"Dan janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum
sempurna akalnya harta (mereka yang ada dalam
kekuasaanmu)..."(an-Nisa': 5)
Al-Imam mensyaratkan kedua hal di atas. Artinya, berikanlah
kepada setiap anak yatim akan hartanya bila telah dewasa,
dan berikan kepada tiap-tiap perempuan akan maharnya,
kecuali apabila salah satunya belum sempurna akalnya
sehingga tidak dapat menggunakan hartanya dengan baik. Pada
kondisi demikian kamu dilarang memberikan harta kepadanya
agar tidak disia-siakannya, dan kamu wajib memelihara
hartanya itu sehingga ia dewasa.
Perkataan amwaalakum (hartamu) bukan amwaalahum (harta
mereka) , yang berarti firman itu ditujukan kepada para
wali, sedangkan harta itu milik as-sufaha yang ada didalam
kekuasaan mereka, menunjukkan beberapa hal. Pertama, bahwa
apabila harta itu habis dan tidak ada sisanya bagi si safih
(anak yang belum/kurang sempurna akalnya) untuk memenuhi
kebutuhannya, maka wajib bagi si wali untuk memberinya
nafkah dari hartanya sendiri. Dengan demikian, habisnya
harta si safih menyebabkan ikut habis (berkurang) pula harta
si wali. Alhasil, harta si safih itu seakan-akan hartanya
sendiri.
Kedua, bahwa apabila as-sufaha itu telah dewasa dan harta
mereka masih terpelihara, lantas mereka dapat menggunakannya
sebagaimana layaknya orang dewasa (normal), dan dapat
menginfakkannya sesuai dengan tuntunan syariat untuk
kemaslahatan umum atau khusus, maka para wali itu juga
mendapatkan bagian pahalanya.
Ketiga, kesetiakawanan sosial dan menjadikan kemaslahatan
dari masing-masing pribadi bagi yang lain, sebagaimana telah
kami katakan dalam membicarakan ayat-ayat yang lain."
(Tafsir al-Manar 4: 379-380)
Dr. Yusuf Al-Qardhawi
PERTANYAAN
Ada sebagian orang mengatakan bahwa rambut wanita tidak
termasuk aurat dan boleh dibuka. Apakah hal ini benar dan
bagaimana dalilnya?
JAWAB
Telah menjadi suatu ijma' bagi kaum Muslimin di semua negara
dan di setiap masa pada semua golongan fuqaha, ulama,
ahli-ahli hadis dan ahli tasawuf, bahwa rambut wanita itu
termasuk perhiasan yang wajib ditutup, tidak boleh dibuka di
hadapan orang yang bukan muhrimnya.
Adapun sanad dan dalil dari ijma' tersebut ialah ayat
Al-Qur'an:
"Katakanlah kepada wanita yang beriman, 'Hendaklah
mereka menahan pandangannya, memelihara kemaluannya,
dan janganlah menampakkan perhiasannya, kecuali
yang (biasa) tampak darinya. Dan hendaklah mereka
menutupkan kain kerudung ke dadanya, ..."
(Q.s. An-Nuur: 31).
Maka, berdasarkan ayat di atas, Allah swt. telah melarang
bagi wanita Mukminat untuk memperlihatkan perhiasannya.
Kecuali yang lahir (biasa tampak). Di antara para ulama,
baik dahulu maupun sekarang, tidak ada yang mengatakan bahwa
rambut wanita itu termasuk hal-hal yang lahir; bahkan
ulama-ulama yang berpandangan luas, hal itu digolongkan
perhiasan yang tidak tampak.
Dalam tafsirnya, Al-Qurthubi mengatakan, "Allah swt. telah
melarang kepada kaum wanita, agar dia tidak menampakkan
perhiasannya (keindahannya), kecuali kepada orang-orang
tertentu; atau perhiasan yang biasa tampak."
Ibnu Mas'ud berkata, "Perhiasan yang lahir (biasa tampak)
ialah pakaian." Ditambahkan oleh Ibnu Jubair, "Wajah"
Ditambah pula oleh Sa'id Ibnu Jubair dan Al-Auzai, "Wajah,
kedua tangan dan pakaian."
Ibnu Abbas, Qatadah dan Al-Masuri Ibnu Makhramah berkata,
"Perhiasan (keindahan) yang lahir itu ialah celak, perhiasan
dan cincin termasuk dibolehkan (mubah)."
Ibnu Atiyah berkata, "Yang jelas bagi saya ialah yang sesuai
dengan arti ayat tersebut, bahwa wanita diperintahkan untuk
tidak menampakkan dirinya dalam keadaan berhias yang indah
dan supaya berusaha menutupi hal itu. Perkecualian pada
bagian-bagian yang kiranya berat untuk menutupinya, karena
darurat dan sukar, misalnya wajah dan tangan."
Berkata Al-Qurthubi, "Pandangan Ibnu Atiyah tersebut baik
sekali, karena biasanya wajah dan kedua tangan itu tampak di
waktu biasa dan ketika melakukan amal ibadat, misalnya
salat, ibadat haji dan sebagainya."
Hal yang demikian ini sesuai dengan apa yang diriwayatkan
oleh Abu Daud dari Aisyah r.a. bahwa ketika Asma' binti Abu
Bakar r.a. bertemu dengan Rasulullah saw, ketika itu Asma'
sedang mengenakan pakaian tipis, lalu Rasulullah saw.
memalingkan muka seraya bersabda:
"Wahai Asma'! Sesungguhnya, jika seorang wanita
sudah sampai masa haid, maka tidak layak lagi bagi
dirinya menampakkannya, kecuali ini ..." (beliau
mengisyaratkan pada muka dan tangannya).
Dengan demikian, sabda Rasulullah saw. itu menunjukkan bahwa
rambut wanita tidak termasuk perhiasan yang boleh
ditampakkan, kecuali wajah dan tangan.
Allah swt. telah memerintahkan bagi kaum wanita Mukmin,
dalam ayat di atas, untuk menutup tempat-tempat yang
biasanya terbuka di bagian dada. Arti Al-Khimar itu ialah
"kain untuk menutup kepala," sebagaimana surban bagi
laki-laki, sebagaimana keterangan para ulama dan ahli
tafsir. Hal ini (hadis yang menganjurkan menutup kepala)
tidak terdapat pada hadis manapun.
Al-Qurthubi berkata, "Sebab turunnya ayat tersebut ialah
bahwa pada masa itu kaum wanita jika menutup kepala dengan
akhmirah (kerudung), maka kerudung itu ditarik ke belakang,
sehingga dada, leher dan telinganya tidak tertutup. Maka,
Allah swt. memerintahkan untuk menutup bagian mukanya, yaitu
dada dan lainnya."
Dalam riwayat Al-Bukhari, bahwa Aisyah r.a. telah berkata,
"Mudah-mudahan wanita yang berhijrah itu dirahmati Allah."
Ketika turun ayat tersebut, mereka segera merobek pakaiannya
untuk menutupi apa yang terbuka.
Ketika Aisyah r.a. didatangi oleh Hafsah, kemenakannya, anak
dari saudaranya yang bernama Abdurrahman r.a. dengan memakai
kerudung (khamirah) yang tipis di bagian lehernya, Aisyah
r.a. lalu berkata, "Ini amat tipis, tidak dapat
menutupinya."
PARA IBU YANG DIABADIKAN
Di antara taujih Al Qur'an adalah bahwa Al Qur'an telah meletakkan di hadapan orang-orang yang beriman (laki-laki atau wanita) berbagai contoh teladan dari para ummahat shalihat, yang mempunyai pengaruh dan peran penting di dalam sejarah keimanan.
Di antaranya adalah ibu dari Nabi Musa yang memenuhi seruan wahyu Allah dan llham-Nya, lalu melemparkan buah hatinya ke dalam lautan dengan penuh ketenangan dan percaya penuh terhadap janji Rabb-nya. Allah berfirman:
"Dan Kami ilhamkan kepada ibu Musa, "Susuilah dia, dan apabila kamu khawatir terhadapnya maka jatuhkanlah dia ke sungai (Nil). Dan janganlah kamu khawatir dan janganlah (pula) bersedih hati, karena sesungguhnya Kami akan mengembalikan kepadamu, dan menjadikannya (salah seorang) dari para Rasul." (Al Qashash: 7)
Dan ibunya Maryam yang bernadzar ingin mempunyai anak yang ikut membebaskan "Baitul Maqdist" karena Allah, bersih dari segala bentuk kemusyrikan atau 'ubudiyah kepada selain-Nya. Ia berdoa agar Allah berkenan menerima nadzarnya itu, Allah SWT berfirman:
"(Ingatlah), ketika isteri Imran berkata, 'Ya Tuhanku, sesungguhnya aku bernadzar kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang shalih dan berkhidmat (di Baitul Maqdis), Karena itu terimalah (nadzar) itu dariku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui." (Ali 'Imran: 35)
Maka ketika anak yang baru lahir itu ternyata perempuan di luar harapan yang diinginkan, ia tetap dalam kesetiaan untuk memenuhi nadzarnya, sambil memohon kepada Allah SWT agar Allah melindunginya dari segala keburukan, Allah SWT berfirman:
"Sesungguhnya aku telah menamai dia Maryam dan aku mohon perlindungan untuknya serta anak-anak keturunannya kepada (pemeliharaan) Engkau dari syetan yang terkutuk." (Ali 'Imran: 36)
Maryam puteri Imran itu adalah Ibunya Al Masih yang telah dijadikan oleh Al Qur'an sebagai lambang kesucian dan ketaatan kepada Allah serta meyakini kalimat-kalimat-Nya. Allah SWT berfirman:
"Dan Maryam puteri Imran yang memelihara kehormatannya, maka Kami tiupkan ke dalam rahimnya sebagian dari roh (ciptaan) Kami; dan dia membenarkan kalimat-kalimat Tuhannya dan kitab-kitab-Nya; dan dia adalah termasuk orang-orang yang taat." (At-Tahrim: 12)
Sistem Masyarakat Islam dalam Al Qur'an & Sunnah
(Malaamihu Al Mujtama' Al Muslim Alladzi Nasyuduh)
oleh Dr. Yusuf Qardhawi
Cetakan Pertama Januari 1997
Citra Islami Press
Jl. Kol. Sutarto 88 (lama)
Telp.(0271) 632990 Solo 57126
_________________________________________________________________________________________________________________
penulis Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Al-Makassari
Syariah Problema Anda 14 - April - 2007 03:12:47
Pertanyaan:
1. Apabila seorang muslim ingin menikah bagaimana syariat mengatur cara mengenal seorang muslimah sementara pacaran terlarang dlm Islam?
2. Bagaimana hukum berkunjung ke rumah akhwat yg hendak dinikahi dgn tujuan utk saling mengenal karakter dan sifat masing-masing?
3. Bagaimana hukum seorang ikhwan mengungkapkan perasaan kepada akhwat calon istrinya?
Dijawab oleh Al-Ustadz Abu Abdillah Muhammad Al-Makassari:
Benar sekali pernyataan anda bahwa pacaran adl haram dlm Islam. Pacaran adl budaya dan peradaban jahiliah yg dilestarikan oleh orang2 kafir negeri Barat dan lain kemudian diikuti oleh sebagian umat Islam dgn dalih mengikuti perkembangan jaman dan sebagai cara utk mencari dan memilih pasangan hidup. Syariat Islam yg agung ini datang dari Rabb semesta alam Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana dgn tujuan utk membimbing manusia meraih maslahat-maslahat kehidupan dan menjauhkan mereka dari mafsadah-mafsadah yg akan merusak dan menghancurkan kehidupan mereka sendiri.
Ikhtilath pergaulan bebas dan pacaran adl fitnah dan mafsadah bagi umat manusia secara umum dan umat Islam secara khusus mk perkara tersebut tdk bisa ditolerir. Bukankah kehancuran Bani Israil –bangsa yg terlaknat– berawal dari fitnah wanita? Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Telah terlaknat orang2 kafir dari kalangan Bani Israil melalui lisan Nabi Dawud dan Nabi ‘Isa bin Maryam. Hal itu dikarenakan mereka bermaksiat dan melampaui batas. Adalah mereka tdk saling melarang dari kemungkaran yg mereka lakukan. Sangatlah jelek apa yg mereka lakukan.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguh dunia itu manis dan hijau dan Allah Subhanahu wa Ta’ala menjadikan kalian sebagai khalifah di atas kemudian Allah Subhanahu wa Ta’ala memerhatikan amalan kalian. mk berhati-hatilah kalian terhadap dunia dan wanita krn sesungguh awal fitnah Bani Israil dari kaum wanita.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memperingatkan umat utk berhati-hati dari fitnah wanita dgn sabda beliau:
“Tidaklah aku meninggalkan fitnah sepeninggalku yg lbh berbahaya terhadap kaum lelaki dari fitnah wanita.”
Maka pacaran berarti menjerumuskan diri dlm fitnah yg menghancurkan dan menghinakan padahal semesti tiap orang memelihara dan menjauhkan diri darinya. Hal itu krn dlm pacaran terdapat berbagai kemungkaran dan pelanggaran syariat sebagai berikut:
1. Ikhtilath yaitu bercampur baur antara lelaki dan wanita yg bukan mahram. Padahal Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjauhkan umat dari ikhtilath sekalipun dlm pelaksanaan shalat. Kaum wanita yg hadir pada shalat berjamaah di Masjid Nabawi ditempatkan di bagian belakang masjid. Dan seusai shalat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam berdiam sejenak tdk bergeser dari tempat agar kaum lelaki tetap di tempat dan tdk beranjak meninggalkan masjid utk memberi kesempatan jamaah wanita meninggalkan masjid terlebih dahulu sehingga tdk berpapasan dgn jamaah lelaki. Hal ini ditunjukkan oleh hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha dlm Shahih Al-Bukhari. Begitu pula pada hari Ied kaum wanita disunnahkan utk keluar ke mushalla menghadiri shalat Ied namun mereka ditempatkan di mushalla bagian belakang jauh dari shaf kaum lelaki. Sehingga ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam usai menyampaikan khutbah beliau perlu mendatangi shaf mereka utk memberikan khutbah khusus krn mereka tdk mendengar khutbah tersebut. Hal ini ditunjukkan oleh hadits Jabir radhiyallahu ‘anhu dlm Shahih Muslim.
Bahkan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sebaik-baik shaf lelaki adl shaf terdepan dan sejelek-jelek adl shaf terakhir. Dan sebaik-baik shaf wanita adl shaf terakhir dan sejelek-jelek adl shaf terdepan.”
Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin rahimahullah berkata: “Hal itu dikarenakan dekat shaf terdepan wanita dari shaf terakhir lelaki sehingga merupakan shaf terjelek dan jauh shaf terakhir wanita dari shaf terdepan lelaki sehingga merupakan shaf terbaik. Apabila pada ibadah shalat yg disyariatkan secara berjamaah mk bagaimana kira jika di luar ibadah? Kita mengetahui bersama dlm keadaan dan suasana ibadah tentu seseorang lbh jauh dari perkara-perkara yg berhubungan dgn syahwat. mk bagaimana sekira ikhtilath itu terjadi di luar ibadah? Sedangkan setan bergerak dlm tubuh Bani Adam begitu cepat mengikuti peredaran darah . Bukankah sangat ditakutkan terjadi fitnah dan kerusakan besar karenanya?”
Subhanallah. Padahal wanita para shahabat keluar menghadiri shalat dlm keadaan berhijab syar’i dgn menutup seluruh tubuh –karena seluruh tubuh wanita adl aurat– sesuai perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala dlm surat Al-Ahzab ayat 59 dan An-Nur ayat 31 tanpa melakukan tabarruj krn Allah Subhanahu wa Ta’ala melarang mereka melakukan hal itu dlm surat Al-Ahzab ayat 33 juga tanpa memakai wewangian berdasarkan larangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dlm hadits Abu Hurairah yg diriwayatkan Ahmad Abu Dawud dan yg lain :
وَلْيَخْرُجْنَ وَهُنَّ تَفِلاَتٌ
“Hendaklah mereka keluar tanpa memakai wewangian.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga melarang siapa saja dari mereka yg berbau harum krn terkena bakhur utk untuk hadir shalat berjamaah sebagaimana dlm Shahih Muslim dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dlm surat Al-Ahzab ayat 53:
“Dan jika kalian meminta suatu hajat kepada mereka mk mintalah dari balik hijab. Hal itu lbh bersih bagi kalbu kalian dan kalbu mereka.”
Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan mereka berinteraksi sesuai tuntutan hajat dari balik hijab dan tdk boleh masuk menemui mereka secara langsung. Asy-Syaikh Ibnu Baz rahimahullah berkata: “Maka tdk dibenarkan seseorang mengatakan bahwa lbh bersih dan lbh suci bagi para shahabat dan istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sedangkan bagi generasi-generasi setelah tidaklah demikian. Tidak diragukan lagi bahwa generasi-generasi setelah shahabat justru lbh butuh terhadap hijab dibandingkan para shahabat krn perbedaan yg sangat jauh antara mereka dlm hal kekuatan iman dan ilmu. Juga krn persaksian Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam terhadap para shahabat baik lelaki maupun wanita termasuk istri-istri Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam sendiri bahwa mereka adl generasi terbaik setelah para nabi dan rasul sebagaimana diriwayatkan dlm Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim. Demikian pula dalil-dalil Al-Qur`an dan As-Sunnah menunjukkan berlaku suatu hukum secara umum meliputi seluruh umat dan tdk boleh mengkhususkan utk pihak tertentu saja tanpa dalil.”
Pada saat yg sama ikhtilath itu sendiri menjadi sebab yg menjerumuskan mereka utk berpacaran sebagaimana fakta yg kita saksikan berupa akibat ikhtilath yg terjadi di sekolah instansi-instansi pemerintah dan swasta atau tempat-tempat yg lainnya. Wa ilallahil musytaka
2. Khalwat yaitu berduaan lelaki dan wanita tanpa mahram. Padahal Rasululllah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Hati-hatilah kalian dari masuk menemui wanita.” Seorang lelaki dari kalangan Anshar berkata: “Bagaimana pendapatmu dgn kerabat suami? ” mk Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Mereka adl kebinasaan.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Jangan sekali-kali salah seorang kalian berkhalwat dgn wanita kecuali bersama mahram.”
Hal itu krn tidaklah terjadi khalwat kecuali setan bersama kedua sebagai pihak ketiga sebagaimana dlm hadits Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma:
“Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir mk jangan sekali-kali dia berkhalwat dgn seorang wanita tanpa disertai mahram krn setan akan menyertai keduanya.”
3. Berbagai bentuk perzinaan anggota tubuh yg disebutkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dlm hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu:
“Telah ditulis bagi tiap Bani Adam bagian dari zina pasti dia akan melakukan kedua mata zina adl memandang kedua telinga zina adl mendengar lidah zina adl berbicara tangan zina adl memegang kaki zina adl melangkah sementara kalbu berkeinginan dan berangan-angan mk kemaluan lah yg membenarkan atau mendustakan.”
Hadits ini menunjukkan bahwa memandang wanita yg tdk halal utk dipandang meskipun tanpa syahwat adl zina mata . Mendengar ucapan wanita dlm bentuk meni’mati adl zina telinga. Berbicara dgn wanita dlm bentuk meni’mati atau menggoda dan merayu adl zina lisan. Menyentuh wanita yg tdk dihalalkan utk disentuh baik dgn memegang atau yg lain adl zina tangan. Mengayunkan langkah menuju wanita yg menarik hati atau menuju tempat perzinaan adl zina kaki. Sementara kalbu berkeinginan dan mengangan-angankan wanita yg memikat mk itulah zina kalbu. Kemudian boleh jadi kemaluan mengikuti dgn melakukan perzinaan yg berarti kemaluan telah membenarkan; atau dia selamat dari zina kemaluan yg berarti kemaluan telah mendustakan.
Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kalian mendekati perbuatan zina sesungguh itu adl perbuatan nista dan sejelek-jelek jalan.”
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:
“Demi Allah sungguh jika kepala salah seorang dari kalian ditusuk dgn jarum dari besi mk itu lbh baik dari menyentuh wanita yg tdk halal baginya.”
Meskipun sentuhan itu hanya sebatas berjabat tangan mk tetap tdk boleh. Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata:
“Tidak. Demi Allah tdk pernah sama sekali tangan Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyentuh tangan wanita melainkan beliau membai’at mereka dgn ucapan .”
Demikian pula dgn pandangan Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman dlm surat An-Nur ayat 31-30:
“Katakan kepada kaum mukminin hendaklah mereka menjaga pandangan serta kemaluan mereka –hingga firman-Nya- Dan katakan pula kepada kaum mukminat hendaklah mereka menjaga pandangan serta kemaluan mereka .”
Dalam Shahih Muslim dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma dia berkata:
“Aku berta kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang pandangan yg tiba-tiba ? mk beliau bersabda: ‘Palingkan pandanganmu’.”
Adapun suara dan ucapan wanita pada asal bukanlah aurat yg terlarang. Namun tdk boleh bagi seorang wanita bersuara dan berbicara lbh dari tuntutan hajat dan tdk boleh melembutkan suara. Demikian juga dgn isi pembicaraan tdk boleh berupa perkara-perkara yg membangkitkan syahwat dan mengundang fitnah. Karena bila demikian mk suara dan ucapan menjadi aurat dan fitnah yg terlarang. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Maka janganlah kalian berbicara dgn suara yg lembut sehingga lelaki yg memiliki penyakit dlm kalbu menjadi tergoda dan ucapkanlah perkataan yg ma’ruf .”
Adalah para wanita datang menemui Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan di sekitar beliau hadir para shahabat lalu wanita itu berbicara kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyampaikan kepentingan dan para shahabat ikut mendengarkan. Tapi mereka tdk berbicara lbh dari tuntutan hajat dan tanpa melembutkan suara.
Dengan demikian jelaslah bahwa pacaran bukanlah alternatif yg ditolerir dlm Islam utk mencari dan memilih pasangan hidup. Menjadi jelas pula bahwa tdk boleh mengungkapkan perasaan sayang atau cinta kepada calon istri selama belum resmi menjadi istri. Baik ungkapan itu secara langsung atau lewat telepon ataupun melalui surat. Karena saling mengungkapkan perasaan cinta dan sayang adl hubungan asmara yg mengandung makna pacaran yg akan menyeret ke dlm fitnah. Demikian pula hal berkunjung ke rumah calon istri atau wanita yg ingin dilamar dan bergaul dengan dlm rangka saling mengenal karakter dan sifat masing-masing krn perbuatan seperti ini juga mengandung makna pacaran yg akan menyeret ke dlm fitnah. Wallahul musta’an .
Adapun cara yg ditunjukkan oleh syariat utk mengenal wanita yg hendak dilamar adl dgn mencari keterangan tentang yg bersangkutan melalui seseorang yg mengenal baik tentang biografi karakter sifat atau hal lain yg dibutuhkan utk diketahui demi maslahat pernikahan. Bisa pula dgn cara meminta keterangan kepada wanita itu sendiri melalui perantaraan seseorang seperti istri teman atau yg lainnya. Dan pihak yg dimintai keterangan berkewajiban utk menjawab seobyektif mungkin meskipun harus membuka aib wanita tersebut krn ini bukan termasuk dlm kategori ghibah yg tercela. Hal ini termasuk dari enam perkara yg dikecualikan dari ghibah meskipun menyebutkan aib seseorang. Demikian pula sebalik dgn pihak wanita yg berkepentingan utk mengenal lelaki yg berhasrat utk meminang dapat menempuh cara yg sama.
Dalil yg menunjukkan hal ini adl hadits Fathimah bintu Qais ketika dilamar oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan dan Abu Jahm lalu dia minta nasehat kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam mk beliau bersabda:
“Adapun Abu Jahm mk dia adl lelaki yg tdk pernah meletakkan tongkat dari pundak . Adapun Mu’awiyah dia adl lelaki miskin yg tdk memiliki harta. Menikahlah dgn Usamah bin Zaid.”
Para ulama juga menyatakan boleh berbicara secara langsung dgn calon istri yg dilamar sesuai dgn tuntunan hajat dan maslahat. Akan tetapi tentu tanpa khalwat dan dari balik hijab. Asy-Syaikh Ibnu Utsaimin dlm Asy-Syarhul Mumti’ berkata: “Boleh berbicara dgn calon istri yg dilamar wajib dibatasi dgn syarat tdk membangkitkan syahwat atau tanpa disertai dgn meni’mati percakapan tersebut. Jika hal itu terjadi mk hukum haram krn tiap orang wajib menghindar dan menjauh dari fitnah.”
Perkara ini diistilahkan dgn ta’aruf. Adapun terkait dgn hal-hal yg lbh spesifik yaitu organ tubuh mk cara yg diajarkan adl dgn melakukan nazhor yaitu melihat wanita yg hendak dilamar. Nazhor memiliki aturan-aturan dan persyaratan-persyaratan yg membutuhkan pembahasan khusus .
Wallahu a’lam.
Para wanita sudah diperintahkan untuk menutupi dirinya. Kewajiban dan perintah dari Allah yang kita ketahui bersama bahwa setiap perintah Allah sebenarnya kembali untuk kepentingan manusia. Mendapatkan kebahagiaan dengan menaati perintah Allah, tidak hanya kebahagiaan di akhirat tapi juga dampak yang terasa di dunia. Islam mengajarkan cara berpakaian yang sesuai dengan fitrah manusia, maka itulah pakaian yang terbaik.
Rasulullah bersabda, “Para wanita yang berpakaian tetapi (pada hakikatnya) telanjang, lenggak-lengkok, kepala mereka seperti punuk unta, mereka tidak akan masuk surga dan tiada mencium semerbak harumnya (HR. Abu Daud)
Rasulullah bersabda, “Tidak diterima sholat wanita dewasa kecuali yang memakai khimar (jilbab) (HR. Ahmad, Abu Daud, Tirmidzi, bn Majah)
Penelitian ilmiah kontemporer telah menemukan bahwasannya perempuan yang tidak berjilbab atau berpakaian tetapi ketat, atau transparan maka ia akan mengalami berbagai penyakit kanker ganas di sekujur anggota tubuhnya yang terbuka, apa lagi gadis ataupun putri-putri yang mengenakan pakaian ketat-ketat.
Majalah kedokteran Inggris melansir hasil penelitian ilmiah ini dengan mengutip beberapa fakta, diantaranya bahwasanya kanker ganas milanoma pada usia dini, dan semakin bertambah dan menyebar sampai di kaki. Dan sebab utama penyakit kanker ganas ini adalah pakaian ketat yang dikenakan oleh putri-putri di terik matahari, dalam waktu yang panjang setelah bertahun-tahun. dan kaos kaki nilon yang mereka kenakan tidak sedikitpun bermanfaat didalam menjaga kaki mereka dari kanker ganas. Dan sungguh Majalah kedokteran Inggris tersebut telah pun telah melakukan polling tentang penyakit milanoma ini, dan seolah keadaan mereka mirip dengan keadaan orang-orang pendurhaka (orang-orang kafir Arab) yang di da’wahi oleh Rasulullah.
Tentang hal ini Allah berfirman:
Dan ingatlah ketika mereka katakan: Ya Allah andai hal ini (Al-Qur’an) adalah benar dari sisimu maka hujanilah kami dengan batu dari langit atau datangkanlah kepada kami azab yang pedih ( Q.S. Al-Anfaal:32)
Dan sungguh telah datang azab yang pedih ataupun yang lebih ringan dari hal itu, yaitu kanker ganas, dimana kanker itu adalah seganas-ganasnya kanker dari berbagai kanker. Dan penyakit ini merupakan akibat dari sengatan matahari yang mengandung ultraviolet dalam waktu yang panjang disekujur pakaian yang ketat, pakaian pantai (yang biasa dipakai orang-orang kafir ketika di pantai dan berjemur di sana) yang mereka kenakan. Dan penyakit ini terkadang mengenai seluruh tubuh dan dengan kadar yang berbeda-beda.
Yang muncul pertama kali adalah seperti bulatan berwarna hitam agak lebar. Dan terkadang berupa bulatan kecil saja, kebanyakan di daerah kaki atau betis, dan terkadang di daerah sekitar mata; kemudian menyebar ke seluruh bagian tubuh disertai pertumbuhan di daerah-daerah yang biasa terlihat, pertautan limpa (daerah di atas paha), dan menyerang darah, dan menetap di hati serta merusaknya. Terkadang juga menetap di sekujur tubuh, diantaranya: tulang, dan bagian dalam dada dan perut karena adanya dua ginjal, sampai menyebabkan air kencing berwarna hitam karena rusaknya ginjal akibat serangan penyakit kanker ganas ini. Dan terkadang juga menyerang janin di dalam rahim ibu yang sedang mengandung.
Orang yang menderita kanker ganas ini tidak akan hidup lama, sebagaimana obat luka sebagai kesempatan untuk sembuh untuk semua jenis kanker (selain kanker ganas ini), dimana obat-obatan ini belum bisa mengobati kanker ganas ini.
Dari sini, kita mengetahui hikmah yang agung anatomi tubuh manusia di dalam perspektif Islam tentang perempuan-perempuan yang melanggar batas-batas syari’at. yaitu bahwa model pakaian perempuan yang benar adalah yang menutupi seluruh tubuhnya, tidak ketat, tidak transparan, kecuali wajah dan telapak tangan. Dan sungguh semakin jelaslah bahwa pakaian yang sederhana dan sopan adalah upaya preventif yang paling bagus agar tidak terkena “adzab dunia” seperti penyakit tersebut di atas, apalagi adzab akhirat yang jauh lebih dahsyat dan pedih. Kemudian, apakah setelah adanya kesaksian dari ilmu pengetahuan kontemporer ini -padahal sudah ada penegasan hukum syari’at yang bijak sejak 14 abad silam- kita akan tetap tidak berpakaian yang baik (jilbab), bahkan malah tetap bertabarruj???
( Sumber: Al-I’jaaz Al-Ilmiy fii Al-Islam wa Al-Sunnah Al-Nabawiyah, Oleh :Muhammad Kamil Abd Al-Shomad )